BARAK.ID – Syaiful Amin Lubis, anggota Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Uli, resmi mengajukan gugatan terhadap Wali Kota Pematangsiantar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Gugatan ini berkaitan dengan pemberhentiannya dari jabatan yang dinilai sepihak dan tidak sesuai prosedur hukum administrasi.
Berita Lainnya: Viral Kabar Cut Indah Sari Asal Pematangsiantar Meninggal di Thailand, Keluarga Belum Diketahui
Berdasarkan informasi yang diperoleh, gugatan tersebut didaftarkan pada Jumat (14/3/2025) dengan Nomor Register PTUN.MDN-14032025JYK melalui kuasa hukumnya, Hermanto Hamonangan Sipayung, S.H. Gugatan ini menjadi langkah hukum lanjutan setelah upaya administratif yang diajukan Syaiful sebelumnya tidak mendapatkan tanggapan dari Wali Kota Pematangsiantar.
Gagalnya Upaya Administratif Memicu Gugatan
Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, Syaiful Amin Lubis telah menempuh jalur administratif dengan melayangkan surat keberatan kepada Wali Kota Pematangsiantar. Tercatat, surat keberatan dikirim sebanyak tiga kali—pada 17 Februari, 25 Februari, dan 5 Maret 2025. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, tidak ada respons resmi dari pihak Wali Kota.
“Kami telah menempuh prosedur administrasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, klien kami tidak mendapat tanggapan atas keberatan yang diajukan,” ujar Hermanto Hamonangan Sipayung, kuasa hukum Syaiful.
Menurut Hermanto, ketidakjelasan sikap Wali Kota mendorong kliennya untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum. Gugatan tersebut bertujuan membatalkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Pematangsiantar Nomor 001/800/20/I.2025 yang menjadi dasar pemberhentian Syaiful dari jabatannya di Dewan Pengawas PDAM Tirta Uli.
Alasan Pemberhentian Dinilai Tidak Adil
Keputusan pemberhentian Syaiful disebut-sebut didasarkan pada dugaan keterlibatannya dalam penyalahgunaan dana bahan bakar minyak (BBM) yang diterima dari PDAM Tirta Uli. Namun, melalui kuasa hukumnya, Syaiful membantah keras tuduhan tersebut dan menilai Wali Kota telah bertindak tidak adil dalam mengambil keputusan.
“Semua anggota Dewan Pengawas menerima dana BBM yang disalurkan melalui bagian keuangan PDAM Tirta Uli. Tapi mengapa hanya Syaiful yang diberhentikan? Ini jelas bentuk diskriminasi,” tegas Hermanto.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa jika alasan pemberhentian adalah penerimaan dana BBM, maka seharusnya seluruh anggota Dewan Pengawas dan jajaran Direksi PDAM turut mendapat sanksi serupa.
Upaya Mengembalikan Dana BBM Tidak Dihiraukan
Dalam pembelaannya, Hermanto memaparkan bahwa kliennya telah menunjukkan itikad baik dengan mengajukan permohonan untuk mencicil pengembalian dana BBM kepada Inspektorat Kota Pematangsiantar. Permohonan tersebut telah diterima oleh Inspektorat, namun tidak menjadi pertimbangan bagi Wali Kota untuk membatalkan keputusan pemberhentian.
“Klien kami sudah menyatakan kesediaannya mengembalikan dana BBM secara bertahap. Inspektorat bahkan sudah menerima permohonan itu, tapi Wali Kota tetap bersikeras memberhentikan klien kami tanpa mempertimbangkan rekomendasi yang ada,” jelas Hermanto.
Menurut Hermanto, tindakan Wali Kota Pematangsiantar dalam kasus ini mencerminkan penyalahgunaan wewenang dan mengabaikan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Gugatan di PTUN Medan untuk Pulihkan Jabatan
Melalui gugatan yang diajukan di PTUN Medan, Syaiful meminta agar pengadilan membatalkan SK pemberhentiannya dan memulihkan kembali haknya sebagai anggota Dewan Pengawas PDAM Tirta Uli. Selain itu, ia menilai keputusan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap dirinya yang tidak berdasar pada bukti kuat.
“Kami meminta PTUN Medan membatalkan Surat Keputusan tersebut dan memulihkan jabatan klien kami. Ada kejanggalan dan ketidakadilan dalam proses pemberhentian ini,” tambah Hermanto.
Syaiful menegaskan bahwa dirinya telah menjalankan tugas sebagai anggota Dewan Pengawas PDAM Tirta Uli sesuai aturan yang berlaku. Ia merasa dikorbankan dalam proses ini tanpa dasar hukum yang jelas dan berencana memperjuangkan haknya hingga mendapatkan keadilan.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang di Balik Keputusan Wali Kota
Kuasa hukum Syaiful juga menuding bahwa keputusan Wali Kota tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang. Hermanto menduga ada motif lain di balik pemberhentian kliennya, mengingat hanya Syaiful yang dijadikan sasaran meski penerimaan dana BBM bersifat kolektif di lingkungan Dewan Pengawas.
“Ini bukan hanya persoalan hukum administrasi, tetapi ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan. Jika alasan pemberhentian karena dana BBM, maka seluruh pihak yang terlibat seharusnya mendapat perlakuan yang sama,” kata Hermanto.
Ia juga menambahkan bahwa pemberhentian tanpa memberikan kesempatan pembelaan yang memadai bertentangan dengan prinsip due process of law atau proses hukum yang adil.
Sidang Perdana di PTUN Medan Segera Digelar
Proses hukum di PTUN Medan diperkirakan akan segera memasuki tahap persidangan dalam waktu dekat. Pihak Syaiful optimistis dapat membuktikan bahwa keputusan Wali Kota Pematangsiantar cacat prosedur dan melanggar hukum administrasi negara.
“Kami yakin pengadilan akan memutuskan secara objektif berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada. Klien kami hanya ingin mendapatkan keadilan dan mengembalikan nama baiknya,” pungkas Hermanto.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Wali Kota Pematangsiantar belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan yang diajukan Syaiful Amin Lubis.
Dengan gugatan yang telah didaftarkan ini, semua mata kini tertuju pada proses persidangan di PTUN Medan. Putusan pengadilan diharapkan mampu memberikan kejelasan hukum dan menjadi preseden penting terkait pemberhentian pejabat di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (*/rel)