BARAK.ID – Kasus dugaan kekerasan oleh anggota Polda Sumatera Barat yang berujung pada kematian Afif Maulana, seorang anak berusia 13 tahun, kembali mencuatkan sorotan terhadap kredibilitas institusi kepolisian di Indonesia.
Kasus Kematian Afif Maulana dan Sejarah Kelam Kekerasan oleh Anggota Polisi
Kasus ini terjadi di tengah masih bergulirnya permasalahan lain seperti kasus Vina Cirebon dan Sukolilo.
Afif ditemukan tewas di bawah jembatan dengan luka memar dan patah tulang rusuk sebanyak enam buah serta robek paru-paru sepanjang 11 cm.
Pihak Polda Sumatera Barat menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam insiden yang menyebabkan kematian Afif.
Namun, pihak keluarga dan LBH Padang meyakini adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang berujung pada kematian anak tersebut.
Baca Juga: Wartawan Tribrata TV Beserta Keluarganya Tewas Terbakar di Dalam Rumah
Kronologi Versi Polda Sumatera Barat
Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol. Suharyono, menjelaskan bahwa pada Minggu (9/6/2024) dini hari, sebanyak 30 personel Polda Sumbar melakukan patroli untuk mencegah tawuran di kawasan Padang.
Di sekitar 100 meter dari jembatan Kuranji, polisi mencegat sekelompok remaja yang diduga hendak berpartisipasi dalam tawuran.
Dalam patroli tersebut, sebanyak 18 remaja ditangkap, dan di lokasi kejadian ditemukan sejumlah senjata tajam yang berserakan di jalan.
Ke-18 remaja tersebut kemudian dibawa ke Polsek Kuranji dan selanjutnya digelandang ke Polresta Padang hingga dibawa ke Polda Sumbar.
Dari hasil penyelidikan, hanya satu remaja yang ditahan karena terbukti membawa senjata tajam, sementara 17 lainnya dipulangkan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa Afif Maulana tidak termasuk dalam 18 remaja yang ditangkap, meskipun sepeda motornya disita oleh polisi.
Adapun mayat Afif kemudian ditemukan di bawah jembatan Sungai Kuranji, pada Minggu pukul 11.55 WIB.
Baca Juga: Wartawan Tribrata TV Beserta Keluarganya Tewas Terbakar di Dalam Rumah
Kesaksian Rekan Afif dan Klaim LBH Padang
Sementara itu, Aditya, rekan Afif yang memboncengnya saat kejadian, memberikan kesaksian bahwa saat mereka dikejar oleh polisi, Afif sempat mengajaknya untuk terjun ke sungai, namun Aditya menolak.
“Afif akhirnya terjun sendiri ke sungai,” ungkap Aditya kepada polisi.
Saat ini, polisi masih menunggu hasil otopsi jenazah Afif dari dokter forensik untuk memastikan penyebab kematiannya.
Di sisi lain, Direktur LBH Padang, Indira Suryani, membantah kronologi versi Polda Sumbar.
Ia mengklaim ada saksi yang melihat Afif dipukuli oleh anggota Polda Sumbar sebelum akhirnya ditemukan tewas.
“Afif diduga ditendang dan dipukul oleh anggota Sabhara Polda Sumbar hingga terjatuh dan terpelanting ke arah kiri jalan. Saksi mata menyebut bahwa mereka melihat Afif dipukuli,” jelas Indira.
Indira juga menambahkan bahwa selain Afif, ada lima anak dan dua orang dewasa lain yang menjadi korban dugaan kekerasan oleh anggota Polda Sumbar saat insiden tersebut terjadi.
Menurutnya, para saksi saat ini merasa takut memberikan kesaksian karena khawatir akan keselamatan mereka.
“Kami mendesak agar kepolisian memberikan jaminan perlindungan dan keamanan kepada saksi-saksi yang ada,” ujar Indira.
Keluarga Afif Maulana telah melaporkan kasus ini ke Polresta Padang pada Senin (10/6/2024), menyatakan ketidakpuasan dan penolakan atas kematian Afif yang dianggap tidak wajar.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menyatakan akan mengirimkan surat klarifikasi kepada Polda Sumatera Barat untuk menindaklanjuti penyelidikan kasus ini.
“Jika benar anak tersebut meninggal akibat penyiksaan, kami mendorong adanya tindakan hukum tegas terhadap anggota yang terlibat,” tegas Poengky Indarti, Koisioner Kompolnas.
Kasus kematian Afif Maulana mengingatkan kita kembali pada pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan.
Sejarah Kelam Kekerasan oleh Anggota Polisi
Kasus Afif Maulana bukanlah insiden kekerasan oleh aparat kepolisian yang pertama kali mencuat.
Setahun yang lalu, pada Juni 2023, Oki Kristodiawan (27), seorang tahanan di Polresta Banyumas, Jawa Tengah, tewas akibat penganiayaan oleh 11 anggota Polda Jateng.
Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi, mengakui kesalahan tersebut dan memproses hukum anggotanya yang terlibat.
Tak hanya itu, pada Desember 2020, Herman tewas di markas Polresta Balikpapan setelah dijemput paksa oleh tiga orang yang tidak dikenal dan dituduh mencuri telepon genggam.
Setelah dua hari dalam tahanan, Herman dipulangkan ke keluarganya dalam kondisi tak bernyawa.
Enam anggota polisi terbukti menganiaya Herman hingga tewas.
Data Kekerasan oleh Aparat Kepolisian
Laporan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sepanjang Juli 2022 hingga Juni 2023 mencatat 622 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri.
Dari peristiwa-peristiwa tersebut, terdapat 187 warga yang tewas dan 1.363 warga mengalami luka-luka.
Temuan ini semakin memperburuk citra institusi Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Berbagai kasus kekerasan yang melibatkan anggota polisi ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi, tetapi juga menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk mantan kapolri yang sempat mendatangi Mabes Polri untuk memberikan masukan dan dorongan agar institusi tersebut melakukan perbaikan signifikan. (*)