BARAK.ID – PT Kianho Siantar Toba Logistik dilaporkan ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wilayah III Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara atas dugaan pelanggaran hak normatif pekerja. Laporan tersebut diajukan secara resmi oleh Kantor Hukum Ferry SP Sinamo, SH, MH, CPM, CPArb & Partners mewakili Efendi Sidabutar, seorang mantan pekerja yang mengaku mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak ketenagakerjaan.
Dalam pengaduan yang diajukan pada Senin (17/2/2025) tersebut, kuasa hukum menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk kecelakaan kerja yang berujung pada cacat permanen, pengabaian hak jaminan sosial, hingga pemberhentian sepihak tanpa kompensasi yang layak.
Cacat Permanen Tanpa Penanganan Memadai
Efendi Sidabutar mengalami kecelakaan kerja pada 8 Juli 2023 saat menjalankan tugasnya di PT Kianho Siantar Toba Logistik. Insiden tersebut menyebabkan jari tengah dan kelingking tangan kanannya mengalami cacat permanen. Namun, pihak perusahaan diduga tidak memberikan perhatian atau penanganan medis yang memadai.
“Kecelakaan itu mengakibatkan cacat yang berdampak pada kemampuan kerja klien kami, tetapi perusahaan mengabaikan tanggung jawab mereka untuk memberikan perawatan yang layak,” ujar Ferry SP Sinamo, kuasa hukum Efendi, saat ditemui di Pematangsiantar.
Menurutnya, penanganan pascakecelakaan merupakan hak pekerja yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, termasuk hak atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Namun, dalam kasus ini, hak tersebut diduga tidak dipenuhi oleh perusahaan.
30 Tahun Bekerja Tanpa BPJS Ketenagakerjaan
Selain dugaan pengabaian terhadap kecelakaan kerja, laporan juga mengungkapkan bahwa selama 30 tahun bekerja di PT Kianho Siantar Toba Logistik (1993-2023), Efendi tidak pernah didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini menyebabkan dirinya tidak memiliki perlindungan sosial yang seharusnya menjadi hak dasar setiap pekerja.
“Kami menemukan fakta bahwa klien kami telah bekerja selama tiga dekade tanpa didaftarkan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan,” tegas Ferry.
Padahal, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatur bahwa setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Efendi juga mengaku tidak memiliki jadwal kerja yang jelas. Ia diharuskan bekerja setiap hari, termasuk hari Minggu, tanpa hari libur. “Selama bekerja, saya tidak pernah mendapatkan hak cuti atau istirahat. Bahkan, hari libur nasional pun saya tetap masuk kerja,” ujar Efendi.
Upah Borongan, Tanpa Tunjangan dan Cuti
Sistem pengupahan di PT Kianho Siantar Toba Logistik turut menjadi sorotan. Efendi menerima gaji berdasarkan sistem borongan. Namun, perusahaan diduga tidak memenuhi hak-hak pekerja lainnya, termasuk upah lembur, tunjangan, dan cuti tahunan.
“Walaupun sistem borongan diterapkan, hak-hak pekerja seperti upah lembur dan hak cuti tetap harus diberikan sesuai ketentuan yang berlaku,” jelas Ferry.
Ia menegaskan bahwa pemberi kerja tidak bisa menggunakan sistem pengupahan borongan sebagai alasan untuk mengabaikan hak normatif pekerja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 77 hingga 85 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mewajibkan pembayaran upah lembur bagi pekerja yang bekerja di luar jam kerja normal.
Menurut Ferry, Efendi juga tidak pernah menerima hak cuti tahunan yang seharusnya menjadi hak wajib bagi pekerja yang telah memenuhi masa kerja tertentu.
Pemberhentian Sepihak Tanpa Kompensasi
Selain berbagai dugaan pelanggaran hak, Efendi mengaku diberhentikan secara sepihak oleh PT Kianho Siantar Toba Logistik tanpa kompensasi yang layak.
“Klien kami diberhentikan secara sepihak tanpa alasan yang jelas dan tanpa pesangon sesuai aturan,” ujar Ferry.
Ia menjelaskan, pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa pembayaran pesangon merupakan pelanggaran terhadap Pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam aturan tersebut, pekerja yang mengalami PHK berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH).
Tim kuasa hukum telah melampirkan berbagai bukti pendukung dalam laporan mereka, termasuk surat kuasa, kronologi pemecatan sepihak, serta dua surat somasi yang sebelumnya telah dikirimkan kepada pihak perusahaan.
Desakan untuk Penegakan Hukum
Ferry SP Sinamo mendesak Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PT Kianho Siantar Toba Logistik.
“Kami meminta Disnaker untuk memproses laporan ini secara profesional dan memastikan hak-hak klien kami dipulihkan. Pelanggaran terhadap hak normatif pekerja adalah persoalan serius yang memerlukan perhatian segera,” tegasnya.
Menurutnya, jika kasus ini tidak segera ditindaklanjuti, dikhawatirkan akan menciptakan preseden buruk bagi perlindungan hak pekerja di Sumatera Utara.
Hingga berita ini diturunkan, PT Kianho Siantar Toba Logistik belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang diajukan. (*)